Saturday, March 31

Saya Kehilangan Kendali (3)

posting sebelumnya: 
Saya Kehilangan Kendali (1) 
Saya Kehilangan Kendali (2)

Hana pertama, dan aku kedua, dan selanjutnya akan selalu demikian... Aku telah melahirkan anak-anak Elkana, namun cintanya tidak akan pernah kuketahui. Ketika mereka berbisik dalam kegelapan, aku mendekap anak-anakku. Ia Rakhel; aku adalah Lea -- Elkana mencintai yang mandul. Oh, aku membencinya! Betapa aku membencinya! Setiap kali aku melihat air matanya. Mengingatkan aku bahwa masa depan, tahun-tahun yang panjang dan sepi itu, akan dilewatkan di samping perempuan iniyang memiliki semua yang kuinginkan... Ia begitu disayangi, toh ia menginginkan lebih banyak. Bila aku tidak dapat memenangkan Elkana melalui anak-anak yang kulahirkan, maka aku bersumpah, aku akan membalas kepadanya. Hana -- mawar di samping duri!dan duriku akan menusuknya secara kejam, dan aku akan mengejeknya setiap hari, mengingatkan dia bahwa ia mandul, sehingga ia akan tetap merana[Jacobs, They Were Women, Too,28]
Dan itulah yang benar-benar dilakukan oleh Penina yang kesepian, tidak dikasihi dan putus asa. Ia menyakiti Hana karena Hana-lah objek cinta suami mereka.

Hari-hari raya, peseta-pesta pengorbanan merupakan hari-hari yang terburuk. Pertama Samuel pasal satu menceritakan secara singkat saat hari raya Paskah, ketika seluruh keluarga -- yaitu Elkana, Hana yang tanpa anak dan Penina dengan "semua putra dan putrinya" -- melakukan perjalanan ke Silo untuk mempersembahkan kurban tahunan.

Jarak dari Rama ke Silo lebih kurang lima belas mil. Tentu saja kita menganggapnya perjalanan yang singkat. Namun tidak untuk keluarga yang tidak bahagia ini! Perjalanan tersbut akan memakan waktu paling tidak dua hari dengan berjalan kaki atau naik keledai. Penina tidak memiliki selimut untuk menyelimuti si kecil, tidak ada botol susu untuk bayinya. Pasti perjalanan itu sangat sulit baginya.
Dan bila Hana menawarkan pertolongannya, "musuhnya" mungkin berteriak, "Apa yang kau ketahui tentang mengasuh anak? Jika Allah Yehova ingin engkau memperoleh anak-anak, Ia tentu akan memberikan kepadamu anakmu sendiri! Menjauhlah dari ku dan kau boleh menangis sepuasmu! Cuma air mata rupanya yang dapat kau keluarkan!"

Pada hari Elkana mempersembahkan kurban, biasanya ia merayakannya dengan memberikan kepada Penina dan anak-anaknya masing-masing satu bagian dari daging persembahan itu. 
Tetapi ia memberi satu bagian yang lebih besar kepada Hana karena ia sangat mengasihi Hana (I Samuel 1:4-5, FAYH). Madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena Tuhan telah menutup kandungannya (I Samuel 1:6).

Setiap tahun pada saat Natal, saya sangat memperhatikan untuk memastikan bahwa ketiga anak kami mendapat hadiah yang "sama nilainya". Namun walaupun saya telah berusaha sungguh-sungguh, akhirnya ketika saat membuka hadiah tiba, kami rasanya tidak pernah tenang. Salah seorang biasanya mengatakan sambil setengah bergurau dan setengah serius bahwa saudaranya mendapat lebih banyak dari pada yang dia peroleh.

Jadi, mudah untuk membayangkan bagaimana tentunya perasaan Penina ketika Hana dengan begitu jelas menerima perlakuan yang istimewa. Terutama ketika Penina mendengar bisikan lembut Elkana kepada Hana yang sedang amat sedih, "Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu daripada sepuluh anak laki-laki?" (I Samuel 1:8).

Biasanya wanita kalau bukan "tukang menangis" ya "tukang teriak". Semakin banyak tukang teriak berteriakan, semakin banyak tangisan tukang menangis. Dan semakin lama tukang teriak berteriak, semakin lama tangisan tukang menangis. Suatu lingkaran setan yang hebat!

Apakah saudara melihat bahwa masing-masing wanita dalam cerita yang tragis ini membiarkan "wanita yang lain" membuatnya merasa sangat kurang cukup? Bukankah ini merupakan pengulangan peristiwa mengenai Sarai dan Hagar atau Rakhel dan Lea?

Hagar, Lea dan Penina merasa kurang dicintai. Sarai, Rakhel dan Hana kurang memiliki perasaan berarti karena tidak dapat mencurahkan cinta mereka kepada anak-anak.
Tidak peduli seberapa banyak yang kita miliki (atau yang orang lain kira kita miliki), tidak peduli bagaimana hebat penampilan kita (atau anggapan orang tentang penampilan kita), tidak peduli seberapa besar kita dicintai (atau anggapan orang bahwa kita dicintai), seperti yang dikatakan Pascal, ada suatu kekosongan berbentuk Allah di dalam diri masing-masing kita yang hanya Allah sendiri dapat mengisinya!

Sebelum kita dapat menerima kenyataan tersebut, kita akan selalu mengalami kenyataan tersebut, kita akan selalu mengalami berbagai kesulitan dengan perasaan tidak sempurna, tidak berarti dan tidak aman. Tidak hanya dalam pikiran kita, melainkan juga dalam hati kita.

Bertahun-tahun yang lalu Marilyn Monroe, simbol seks Amerika sepanjang zaman, melakukan bunuh diri. Mengapa? Kekosongan berbentuk Allah itu tidak pernah terisi dalam hidupnya. Saat ini banyak orang melakukan macam-macam bunuh diri, baik bunuh diri mental, moral maupun spiritual. Bunuh diri mental dapat diakibatkan oleh tindakan menyerahkan pada filsafat yang salah atau pada obat-obatan yang mengubah pikiran.  Bunuh diri moral adalah penyerahan akhir pada hawa nafsu. Membuka diri pada aliran sesat dapat menyebabkan bunuh diri spiritual.

Kekosongan berbentuk Allah di dalam diri kita tidak dapat diisi dengan uang, seks atau kekuasaan. Bahkan cinta manusiawi seperti cinta Elkana pun tidak dapat mengisi kekosongan itu.

Perasaan diri berarti bergantung pada pengertian mengenai siapa saya di dalam Kristus. Saya akan merasa diri berarti waktu saya memiliki pengaruh abadi terhadap orang-orang di sekitar saya melalui pelayanan kepada mereka. Jika saya gagal dalam usaha, jika istri saya meninggalkan saya...saya masih dapat menikmati getaran perasaan berarti karena saya adalah milik Penguasa alam semesta, yang menyediakan pekerjaan untuk saya kerjakan. Ia telah memperlengkapi saya untuk pekerjaan itu. Waktu saya menjadi dewasa dengan mengembangkan sifat-sifat serupa dengan Kristus, saya akan semakin hari semakin benar-benar merasa diri berarti karena menjadi kepunyaan Tuhan dan melayani Tuhan.
Kebutuhan saya akan rasa aman menghendaki agar saya selalu dikasihi, diterima dan diperhatikan tanpa syarat. Allah telah melihat saya dalam keadaan saya yang paling buruk dan tetap mengasihi saya, malahan memberikan nyawa-Nya demi saya. [Crabb, Effective Biblical Counseling, 70]

....bersambung....

No comments:

Post a Comment