Monday, August 29

DOA ANAK KECIL

on Wednesday, July 8, 2009 at 4:16pm


Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya. Ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Mark lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya. Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Mark bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tiba lah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-ke ncang. Di setiap jalur
lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 "pembalap" kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya. Namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan yang bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, "Ya, aku siap!". Dorr. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing. "Ayo..ayo...cepat..cepat, maju..maju" , begitu teriak mereka. Ahha...sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish pun telah terlambai. Dan, Mark lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Mark. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih." Saat pembagian piala tiba. Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya. "Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?". Mark terdiam. "Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan" kata Mark. Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain. "Aku, hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah." Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarla h gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.

Teman, anak-anak, tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibanding kita semua. Mark, tidaklah bermohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Mark, tak memohon Tuhan untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga tak meminta Tuhan mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk menang, dan menyakiti yang lainnya. Namun, Mark, bermohon pada Tuhan, agar diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdoa, agar diberikan kemuliaan, dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga. Mungkin, telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa pada Tuhan untuk mengabulkan setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian. Terlalu sering kita berdoa pada Tuhan, untuk menghalau setiap halangan dan cobaan yang ada di depan mata. Padahal, bukankah yang kita butuh adalah bimbingan-Nya, tuntunan-Nya, dan panduan-Nya? Kita, sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita sering merasa pesimis dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang mau kita lalui? Saya yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk membuat kita lemah dan mudah menyerah.
Sesungguhnya, Tuhan sedang menguji setiap hamba-Nya yang beriman. Jadi, teman, berdoalah agar kita selalu tegar dalam setiap ujian.
Berdoalah agar kita selalu dalam lindungan-Nya saat menghadapi itu semua.
Amin

Disalin dari Revival Mailing List, Monday, July 6, 2009



http://www.facebook.com/note.php?note_id=126688207177

Mengapa mengingkari emosi?

on Monday, June 8, 2009 at 10:20pm


Emosi adalah bagian dari Allah yg ada dalam diri manusia. Kejadian 1:27 mengatkan bhw kita diciptakan berdasarkan citra Allah. Dengan kata lain, kita dibentuk spt Allah. Sebagaimana Pencipta kita yang kreatif itu dengan penuh sukacita menanamkan kreativitas dalam diri kita, Ia juga dipenuhi sukacita ketika membentuk kita dalam menciptakan aku sebagai pribadi yg mempunyai perasaan. Itulah sebabnya kita selayaknya mengucap syukur kepada Allah untuk diri kita yang emosional!

Apakah kesadaran kita bahwa emosi adalah karunia Allah ini akan memecahkan semua persoalan? Tentu saja tidak. Bahkan, kita masing2 mungkin akan menghadapi minimal satu masalah baru, yang mungkin belum pernah kita alami sebelumnya. Kita adalah pribadi yg unik, yg lain dr yg lain krn emosi mrpkn bagian manusia yg tidak pernah sama satu dgn yg lain. Mensyukuri keberadaan kita yg emosional berarti tidak memakai topeng ataupun menekan perbedaan-perbedaan yang ada. Padahal, dunia kita ini tidak memberi tempat pada pengungkapan perbedaan-perbedaan. Jika kita bersikeras untuk mengungkapkan emosi dalam cara-cara yg kreatif, akan kita dapati bahwa kita tidak termasuk dalam kelompok mana pun juga. Tetapi, perlu keberanian untuk "menjadi lain".


Menjadi keratif dapat menyalurkan kekuatan emosi sehingga menjadi pribadi yg unik. Artinya berupayameredam emosi. "Tetaplah berkepala dingin" (menahan emosi mengakibatkan sakit kepala, spt yg sdg sy alami saat ini) Karena kita tidak dapt merumuskan setiap tipe pribadi, kita tidak dapat mengatakan, "Kalian harus berbuat ini dan itu spy kalian mj produktif dan bahagia". Setiap individu membutuhkan solusi yg berlainan. kreativitas yg terungkap berpotensi untuk menjadi sesuatu yg positif dalam keluarga, persahabatan, dan dalam tubuh the believers dan untuk setiap kita secara pribadi. tetapi ktia harus menerima tantangan untuk menjadi pribadi yg lain dari yg lain.


Apakah Anda senang krn dapat merasakan?
Apakah Anda senang krn dapat menangis?
Tidak perlu malu akan air mata itu.
Tuhan menaruhnya dalam kirbat-Nya (Mz 56:9; bahkan kadang-kadang Ia harus mnyediakan ember) :)
Tidakkah Anda senang krn dapat tertawa?
Pernahkan Anda memperhatikan bagaimana orang tertawa? Tak satu pun yg sama! Ada orang yg tertawa kecil, terkikik-kikik, terbahak-bahak, atau terguncang-guncang tanpa suara. Satu hal yg pasti, tertawa selalu menular.

Sikap menerima kenyataan bahwa emosi adalah karunia Allah yg baik merupakan langkah positif untuk merasa nyaman dengan perasaan-perasaan kita.

Setiap emosi, baik itu marah, merasa bersalah sampai dg depresi ada segi positifnya bahkan emosi dapat menjadi penggerak yang positif dalam kehidupan kita

Dikutip dari buku Wanita dan Emosinya bab 2 hal. 26-28





http://www.facebook.com/note.php?note_id=114009977177

Bagaimana bergantung pada pimpinan Allah dalam pilihan sehari-hari

on Saturday, June 11, 2011 at 10:25am

F.B. Meyer menawarkan nasihat yang baik mengenai bagaimana bergantung pada pimpinan Allah dalam pilihan sehari-hari:
“Saudara-saudara yang terkasih, kapan pun Anda merasa ragu dalam tindakan Anda, serahkanlah pertimbangan Anda sepenuhnya kepada Roh Allah, dan mintalah kepada-Nya untuk menutup setiap pintu kecuali pintu yang benar. Berkatalah, ‘Roh Kudus, saya menyerahkan kepada-Mu seluruh tanggung jawab untuk menutup langkah-langkah dan setiap tindakan yang bukan berasal dari Allah. Izinkanlah saya mendengar suara-Mu di belakang saya kapan pun saya berbelok ke kanan atau ke kiri.’ Sementara itu, lanjutkanlah perjalanan di sepanjang jalan yang sudah ditempuh. Tinggallah dalam panggilan Anda kecuali jika Anda dengan jelas diberitahu untuk melakukan sesuatu yang lainnya. Roh Yesus menunggu untuk menyertai Anda, O pengembara, seperti yang dilakukannya kepada Paulus. Hanya waspadalah untuk menaati peraturan-Nya sampai yang sekecil-kecilnya; dan jika setelah berdoa dengan percaya, tidak tampak ada rintangan, majulah dengan hati yang lapang.”
(dikutip dari Buku Perjalanan Hidup Wanita menuju Hati Allah, Bab 4, Cynthia Heald, yang dikutip dalam Streams in the Desert, ed. Mrs. Charles E. Cowman)


Apa tembok penghalang mu?

on Sunday, August 9, 2009 at 12:29am


“Tembok penghalang berdiri disini karena suatu alasan, bukan untuk menghalangi kita. Tembok ini ada untuk memberikan kita kesempatan untuk menunjukkan sekuat apa kita menginginkan sesuatu.” –Randy Pausch -




Tadi saya bertanya2 dalam hati setiap kali kata2 di atas terngiang2 di pikiran saya, apa yg menjadi tembok penghalang sy, yg harus sy "rubuhkan" agar bisa saya lewati dan menunjukkan bahwa saya mampu melewatinya?... jawabannya adalah...
.
.
.
opini org2 ttg "wanita single" atau "pria single", krn sy seorg perempuan ya "wanita single".


Pandangan banyak orang tentang status single pada mereka yg berusia di atas 30 thn beragam, namun pada umumnya hampir sama yaitu memandang sbg suatu kekurangan.


Opini-opini yang salah dan negatif itu merupakan tembok penghalang seorang single itu untuk menjadi dirinya sendiri dan mengembangkan diri sebagaimn potensi yang ada di dalam dirinya yang dikaruniakan YMK. Kegelisahan dan kekuatiran yg ditimbulkan akibat semua itu akan menghalangi dirinya untuk mensyukuri dan menikmati karunia-karunia Tuhan. Merasa diri tidak sempurna, ada yang kurang, menilai dirinya tidak berarti, dan melihat mereka yg sudah memiliki pasangan adalah orang-orang yg sempurna, paling berbahagia, sukses, mencapai karunia tertinggi (padahal siapa kah yg menetapkan ukuran2 karunia? DIA saja yg memberikan tidak mengukur2nya berdasarkan apa yg ada dan diterima setiap orang)...


Sudah banyak pesta pernikahan yang saya hadiri... i'm happy and enjoy with them. Seperti hari ini, tadi saya menghadiri pesta pernikahan teman pelayanan alumni Semarang. Senang melihat pestanya, dekorasinya dan pengantinnya.


Apakah seorang wanita single tidak bisa bahagia dibanding dg mereka yang menikah? Tentu bisa. . . dan sebenarnya bukan soal bahagia atau tidaknya, tapi menikmati kehidupannya,bertanggung jawab atas pilihan dan komitmennya, hidup dalam damai sejahtera bersama Allah. Paulus sendiri menganggap status single itu sbg suatu karunia dan kesempatan.
Hidup ini penuh tantangan dan rintangan... Jangan menganggap diri kuat berdiri dan bangga dengan sebuah keberhasilan yang tampak rohani (kadang saya temui juga seseorang ketika sudah menemukan pasangannya membanggakan dirinya... hmmmm .... padahal tanpa disadarinya "kesaksian"nya itu melukai perasaan beberapa hati wanita).


Biarlah ini menjadi visi saya (kita) yaitu bahwa orang2 tidak akan membedakan, menganggap remeh, merasa kasihan lagi pada wanita-wanita single. :)


Kuncinya, sbg wanita single, tetap memegang prinsip kebenaran FT yaitu soal ketaatan, kerajinan, kedisiplinan, kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan dan penguasaan diri. Ini senantiasa terus menjadi patokan hidup seorang wanita saleh (bukan hanya seorang istri, ibu maupun single). Selama hidup, dalam setiap hubungan dan aktifitas menjadi tempat untuk berlatih, (kita masih sering jatuh bangun dalam kehidupan rohani), menuju pada kesempurnaan sampai saya (kita) bertemu dengan Dia sebagai mempelai pria pada saat pesta Anak Domba.
Pada saat itu, status saya (kita) bukan lagi sama dengan status di dunia. Apapun peran saya (kita), bagaimana saya (kita) bertanggung jawab atas peran itu lah yang akan dinilai oleh DIA.


Semoga Allah sumber pengharapan memenuhi anda dan saya (kita) dengan segala sukacita.


ALLAH MENGASIHI KITA


Yesterday I Kor 7; Today Yesaya 54:1-2, 4-8




http://www.facebook.com/note.php?note_id=142356537177

Batu Pijakan vs Kesuksesan (2)

Belajar, belajar dan belajar
Pada akhirnya setelah Thomas Alpha Edison membuat benda yang bisa bersinar, dia mengatakan bahwa dia telah menemukan banyak (berapa ya? Saya lupa tidak mencatat yg saya dengar kemarin itu) cara membuat lampu tidak menyala.




Dalam belajar banyak hal yang tidak kita tahu, (jadi janganlah bersikap seolah-olah kita sudah tahu semua) jadi wajar jika kita salah atau gagal. Dalam dunia pekerjaan yang tentunya ada persaingan terselubung, membuat kita enggan mengakui kegagalan atau kesalahan atau kelalaian. (inilah sebabnya alangkah baiknya kita memulai karir dari nol, shg dng posisi kita yang rendah kita mulai belajar dari hal-hal yang kecil. Kita lebih mudah menerima kesalahan kita sendiri dan mengakuinya, dan kita menjadi bias menerima komentar atasan kita. Menanggalkan latar belakang pendidikan dan strata memudahkan kita untuk belajar – ini sangat sulit krn lingkungan kita yang lebih mudah menghakimi dan menilai kita)

Visi, tujuan dan hasrat kita menjadi tujuan yang mengarahkan perjalanan hidup kita. Namun dalam perjalanan hidup ini banyak proses yang kita alami. Saya sendiri takut gagal. Tapi memang saya telah banyak kali berbuat kesalahan dan kegagalan.



Saat saya renungkan dua tokoh di atas, saya menjadi malu. Kenapa saya tidak belajar dari kegagalan-kegagalan saya? Kenapa saya tidak mengakui kegagalan-kegagalan itu, mencatatnya dan menganalisa sendiri kemudian mengingatkan orang lain spy jangan sama seperti saya yang gagal sehingga mereka menjadi seorang yang berhasil. Supaya mereka menjadi orang yang bersinar. Menjadi pijakan untuk mereka yang akan berdiri tegak mengibarkan bendera kemenangan dan memperoleh mahkota. Bukankah tidak harus saya yang duduk di singgasana? Bukankah tidak harus saya yang menjadi seorang pemimpin besar? Bukankah sangat berharga juga menjadi orang yang mempengaruhi orang yang berpengaruh?



Saat kita menyeberangi sungai, biasanya kita mencari batu-batu pijakan supaya tidak masuk terlalu dalam ke dasar sungai.



Seorang yang menjadi pemandu, dia yang membuka jalan. Jika ada alang-alang atau ranting di depannya, dia yang harus menebasnya dan terbukalah jalan untuk kelompoknya, orang-orang di belakang nya hanya tinggal mengikutinya. Mungkin saat menebas dia terluka sayatan atau terantuk duluan. Dan jika dia salah arah, dia yang akan disalahkan oleh pengikut2nya.



Batu pijakan, diinjak yang tanpa nya yang menuju seberang akan lebih mengalami kesulitan atau tidak dapat sampai di seberang (karena ada beberapa yang tidak mau mengambil resiko untuk basah). Yang sukses sampai ke seberang dan mencapai kesempurnaan, bukan semata-mata karena kepintaran, keahlian dan kelebihannya. Ingatlah, “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari… Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: "Lihatlah, ini baru!"? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada.”, “sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku”.
“Namun, mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun telah diberi kesaksian yang baik tentang mereka karena iman. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita, mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.”
Karakter kita yang dinilai, bukan “goal” yang kita capai.

Tuhan memberkati.





http://www.facebook.com/note.php?note_id=451911327177

Batu Pijakan vs Kesuksesan (1)


Setiap orang tentunya menginginkan kesuksesan atau keberhasilan. Bila perlu tanpa kegagalan sedikitpun.
Setiap orang tentunya menginginkan suara sorak sorai yg memuji keberhasilan atau kesuksesannya. Paling tidak orang memandang kesuksesannya dan mengakuinya.

Sejak kecil, sejak masa kanak-kanak kita sudah diajarkan membedakan mana yang sukses dan mana yang gagal. Diajarkan untuk selalu jangan berbuat salah. Pada saat seorang anak salah atau gagal mengerjakan tugasnya, sudah menjadi kebiasaan kita mengatakan dia bodoh. Bukan saja orang dewasa yang mengatakan itu tapi anak-anak pun menjadi terbiasa mengejek dan mengolok-olok temannya yang kelihatan selalu berbuat salah.
Paradigma atau blue print seperti ini yang sudah tertanam melekat dalam pikiran kita membuat kita untuk berkomitmen seumur hidup “jangan sampai saya gagal”. Jika saya gagal, saya bukanlah siapa-siapa. Saya bukan orang sukses. Saya tidak menjadi apa-apa. Saya sampah. Saya tidak layak. Keberhasilan bukan milik saya.


Visi – Destination – Purpose - Desire

Saya rasa tidak ada seorang pun yang punya cita-cita untuk menjadi batu injakan/pijakan. Bahkan dalam persaingan di dunia ini diusahakan jangan sampai orang lain memanfaatkan kita untuk kesuksesan orang lain itu.
Kemarin saya mendengar sebuah khotbah (saya tidak tau judulnya apa), menyebutkan Thomas A. Edison (pencipta lampu – bener gak ya? Spt salah ya? Tolong dikoreksi. Intinya si pencipta lampu) dan Marthin Luther. Yang pertama adalah orang yang melakukan banyak kegagalan dan dikatakan seorang yang bodoh sebelum akhirnya dia menciptakan sebuah benda yang menjadi benda yang dicari2 di setiap jaman. Yang kedua adalah orang yang tidak pernah melihat perjuangannya karena dia mati sebelum visinya tercapai. Tapi visinya itu menjadi nyata dan kita adalah hasil imannya.

Dalam perjalanan tadi pagi menuju tempat kerja, saya merenungkan mereka itu sebenarnya menurut ukuran dunia ini adalah orang-orang yang gagal. Tapi mereka tidak pernah tau bahwa saat ini mereka adalah orang besar, orang sukses, orang yang selalu disebut-sebut dalam sejarah karena karya dan perjuangannya.

Saat saya merenung, saya menemukan sebuah julukan untuk mereka. Mereka adalah batu pijakan orang-orang sukses.

Ilmu dan pengetahuan serta teori-teori yang kita pelajari di sekolah, dan kemudian beberapa di antara kita menguasai itu semua, mereka disebut sebagai siswa cerdas, pintar dan berprestasi. Bukankah filosofi, teori dan ilmu pengetahuan itu bersumber dari mereka yang dulu disebut orang bodoh dan aneh? Tapi karena apa yang mereka lakukan itu mereka menjadi kan banyak orang sukses, berhasil dan kaya. Apakah mereka menikmati karya dan perjuangannya? Mereka mati dalam keadaan sebagai ilmuwan miskin, jorok dan juga ada yang terbuang, terhina.


(ditulis tanggal 25 Mei 2010)

Sunday, August 28

Percayalah pada-Nya, yang tidak pernah membiarkanmu menuju celaka


Suatu hari, ada seorang pelukis yang terkenal sedang menyelesaikan lukisan yang sangat bagus dan akan diperlihatkan pada saat pernikahan Putri Diana. Sang pelukis sangat senang ketika menyelesaikan lukisannya dan memandangi lukisannya yang berukuran 2x8 meter.

Sambil memandanginya, tanpa disadari pelukis tersebut telah berjalan mundur, tanpa melihat ke belakang. Dia terus berjalan mundur hingga di belakangnya adalah ujung dari gedung tersebut yang tinggi sekali dan tinggal satu langkah lagi dia akan mengakhiri hidupnya.

Salah seorang melihat pelukis tersebut dan hendak berteriak untuk memperingatkan pelukis tersebut, namun tidak jadi karena Dia berpikir mungkin ketika mendengar teriakannya, pelukis itu akan kaget dan malah jatuh ke belakang. Kemudian orang tersebut mengambil kuas dan cat yang ada di depan lukisan, lalu mencoret-coret lukisan tersebut sampai rusak.

Pelukis tersebut sangatlah marah dan maju hendak memukul orang tersebut, tapi beberapa orang yang ada di situ menghadang dan memperlihatkan posisi pelukis tadi yang nyaris jatuh.

Sahabat, Kadang-kadang kita telah melukiskan masa depan kita dengan sangat bagus dan memimpikan suatu hari yang indah. Tetapi lukisan itu 'kelihatannya' dirusak oleh TUHAN, karena TUHAN melihat bahaya yang ada pada kita kalau kita melangkah.

Kadang-kadang kita marah, jengkel dan kecewa terhadap TUHAN. Tapi perlu kita ketahui, TUHAN selalu menyediakan yang terbaik untuk kita, anak-anakNya.

Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri...!
________________________
Catatan pribadi:
Tuhan tidak pernah membiarkan saya berjalan menuju celaka. Berkali-kali jalan-jalan yg saya buat (dan sempat saya terpesona dg jalan2 itu) diputuskan dan dihancurkan.
Saya sakit, kecewa, marah dan tidak sanggup mengatakan bahwa Allah itu adil. Saya selalu bertanya-tanya, kenapa dan kenapa... Dia tega membiarkan semua ini terjadi. Kenapa tidak dari awal Dia mencegah saya utk berada di jalan itu.
Saya berdiam diri dan berdoa, dibersihkanNya hati saya dan memberikan pengertian, bahwa DIA mengasihi saya dan tidak pernah mengijinkan saya jatuh hingga tidak dapat berdiri lagi.
Saya tidak dapat berpikir lain lagi. Saya hanya percaya bahwa DIA baik dan sangat baik bagi saya walaupun saya ini bukan anak yang baik.

...Dan saya percaya, saat saya bersama DIA, tiada yang mustahil bagi DIA.
Dia memberikan kekuatan yang baru.

Ku kan terbang tinggi bagai rajawali
di atas persoalan hidupku.
Ku kan terbang tinggi dan.... Semakin tinggi 

ALLAH mengasihi kita

Saturday, June 11

When you are rejected, Choose to forgive


Saturday, June 11, 2011

When You Are Rejected, Choose to Forgive
by Tom Holladay

You must make allowance for each other’s faults and forgive the person who offends you. Remember, the Lord forgave you, so you must forgive others.”  Colossians 3:13 (NLT)

It’s tough being rejected, especially when it is by someone you love. It might be one of your kids, your spouse, or a close friend. But the Bible says you need to forgive that person because God forgave you.
The key to being able to forgive somebody is in today’s verse. It’s the word “remember”. When you remember what Jesus Christ did for you, then you have the power to forgive somebody else.
If you hold on to the hurt, it will only end up hurting you. When you don’t forgive others, it creates bitterness and anger in you. It will eat you up on the inside and drain you of your energy, leaving you tired all the time.
Every time you start to feel bitterness towards someone, remember Jesus on the cross, how he loved you enough to give his life so your sins can be forgiven. He was rejected and insulted as he hung there, but he looked at everyone and prayed, “Father, forgive them. They do not know what they are doing” (Luke 23:34 NIV).
In complete meekness and humility, Jesus gave his life because he loves you. He wasn’t thinking of himself; he was thinking of you. Peter says, “They called him every name in the book and he said nothing back. He suffered in silence, content to let God set things straight” (1 Peter 2:23 MSG).
The definition of forgiveness is found in two words in that verse: “let God.” You let God set things right. Forgiveness is not about trusting the person again or forgetting everything that happened. It’s about putting the situation in God’s hands instead of seeking revenge or holding a grudge.
As you read this, someone might be coming to mind. Don’t wait. Take a moment right now to pray this prayer: “God, I am giving you this hurt right now. I am letting it go to you. You’re in charge. Enable me to forgive the person who hurt me.”
This probably won’t be the last time you pray that prayer. If it’s a deep hurt, you might have to pray that 70 times a day as you struggle with it. But keep doing it, and then maybe next week you’ll only have to pray that prayer 30 times a day, and maybe only 10 times the week after that. And eventually, there will come a time when you realize that you haven’t thought about the hurt for several months. That’s how you let go and let God.

Tom Holladay is a teaching pastor at Saddleback Church and author of The Relationship Principles of Jesus.