Monday, August 29

Batu Pijakan vs Kesuksesan (2)

Belajar, belajar dan belajar
Pada akhirnya setelah Thomas Alpha Edison membuat benda yang bisa bersinar, dia mengatakan bahwa dia telah menemukan banyak (berapa ya? Saya lupa tidak mencatat yg saya dengar kemarin itu) cara membuat lampu tidak menyala.




Dalam belajar banyak hal yang tidak kita tahu, (jadi janganlah bersikap seolah-olah kita sudah tahu semua) jadi wajar jika kita salah atau gagal. Dalam dunia pekerjaan yang tentunya ada persaingan terselubung, membuat kita enggan mengakui kegagalan atau kesalahan atau kelalaian. (inilah sebabnya alangkah baiknya kita memulai karir dari nol, shg dng posisi kita yang rendah kita mulai belajar dari hal-hal yang kecil. Kita lebih mudah menerima kesalahan kita sendiri dan mengakuinya, dan kita menjadi bias menerima komentar atasan kita. Menanggalkan latar belakang pendidikan dan strata memudahkan kita untuk belajar – ini sangat sulit krn lingkungan kita yang lebih mudah menghakimi dan menilai kita)

Visi, tujuan dan hasrat kita menjadi tujuan yang mengarahkan perjalanan hidup kita. Namun dalam perjalanan hidup ini banyak proses yang kita alami. Saya sendiri takut gagal. Tapi memang saya telah banyak kali berbuat kesalahan dan kegagalan.



Saat saya renungkan dua tokoh di atas, saya menjadi malu. Kenapa saya tidak belajar dari kegagalan-kegagalan saya? Kenapa saya tidak mengakui kegagalan-kegagalan itu, mencatatnya dan menganalisa sendiri kemudian mengingatkan orang lain spy jangan sama seperti saya yang gagal sehingga mereka menjadi seorang yang berhasil. Supaya mereka menjadi orang yang bersinar. Menjadi pijakan untuk mereka yang akan berdiri tegak mengibarkan bendera kemenangan dan memperoleh mahkota. Bukankah tidak harus saya yang duduk di singgasana? Bukankah tidak harus saya yang menjadi seorang pemimpin besar? Bukankah sangat berharga juga menjadi orang yang mempengaruhi orang yang berpengaruh?



Saat kita menyeberangi sungai, biasanya kita mencari batu-batu pijakan supaya tidak masuk terlalu dalam ke dasar sungai.



Seorang yang menjadi pemandu, dia yang membuka jalan. Jika ada alang-alang atau ranting di depannya, dia yang harus menebasnya dan terbukalah jalan untuk kelompoknya, orang-orang di belakang nya hanya tinggal mengikutinya. Mungkin saat menebas dia terluka sayatan atau terantuk duluan. Dan jika dia salah arah, dia yang akan disalahkan oleh pengikut2nya.



Batu pijakan, diinjak yang tanpa nya yang menuju seberang akan lebih mengalami kesulitan atau tidak dapat sampai di seberang (karena ada beberapa yang tidak mau mengambil resiko untuk basah). Yang sukses sampai ke seberang dan mencapai kesempurnaan, bukan semata-mata karena kepintaran, keahlian dan kelebihannya. Ingatlah, “Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari… Adakah sesuatu yang dapat dikatakan: "Lihatlah, ini baru!"? Tetapi itu sudah ada dulu, lama sebelum kita ada.”, “sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku”.
“Namun, mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun telah diberi kesaksian yang baik tentang mereka karena iman. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita, mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.”
Karakter kita yang dinilai, bukan “goal” yang kita capai.

Tuhan memberkati.





http://www.facebook.com/note.php?note_id=451911327177

No comments:

Post a Comment